Minggu, 04 Desember 2011

"Bibir Senyum, Hati Menangis"

 
“Bibir Tersenyum, Hati Menangis”?melukiskan gejala umum kejiwaan, psikologi dan nurani kita yang “terbiasa untuk menipu diri sendiri”. Kita terbiasa untuk bersikap ramah, sedangkan hati kita demikian sulit untuk beramah-tamah dengannya; kita terbiasa untuk tersenyum bahagia, sedangkan hati tengah menangis pilu karena duka dan derita; kita terbiasa untuk bersikap hormat pada orang yang menurut hati kita sungguh tidak patut dihormati.
Kita terbiasa untuk mengerjakan sesuatu yang hati kita justru menolaknya.
Kita sangat terbiasa untuk berbuat sesuatu yang menurut hati ini bertentangan dengan agama, akal sehat dan nurani, sehingga hati kita menjerit sendiri. Kita terbiasa hidup dalam kepura-puraan. Kita sungguh sangat terbiasa mengorbankan integritas jati diri kita. Ya, kita sangat suka mengenakan topeng…
“Bibir Tersenyum, Hati Menangis”?adalah fenomena global dan faktual di sekitar kita, atau jangan-jangan termasuk Anda juga, yang menyebabkan kepribadian kita terbelah, ambivalen, munafik!
Astaghfirullah?!
Mengapa Anda menjadi cenderung munafik, tapi yang demikian juga tidak apa-apa untuk menjaga perasaan teman, tetangga, juga orang lain di sekitar anda
karna sesuai dengan hadist nabi "Demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman." Seseorang bertanya, "Siapakah dia, wahai Rasulullah?" Rasulullah saw. menjawab, "Barang siapa yang tetangganya tidak merasa aman dari perilaku buruknya." (HR Bukhari dan Muslim)
dan Dalam hadis lain Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya tidak menyakiti tetangganya." (HR Bukhari, Muslim dari Abu Hurairah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makanan Ideal : 85% Nabati dan 15% Hewani

Kali ini masih berhubungan dengan pembahasan dalam buku "The Miracle of Enzime" by Hiromi Shinya. Kita akan mengutip sedikit peri...